Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, senyum adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit.
Senyum juga menggambarkan jiwa dan kepribadian seseorang. Tapi senyum juga sering berarti rasa tak senang, dalam hal ini dapat dikatakan senyum itu adalah senyum sinis. Semua orang hanya menyukai senyum yang datang dari rasa kebahagiaan atau kesengajaan karena adanya sesuatu yang membuat dia tersenyum.
Dalam budaya, Cara manusia menggunakan bahasa sebagai media komunikasi sangat bermacam-macam antara suatu budaya dengan budaya lain, bahkan dalam satu budaya sekalipun. Kita ambil contoh, meskipun kita sama-sama menggunakan bahasa Indonesia, kita sering dipusingkan dengan makna dari “ya”. Dalam berbagai konteks, “ya” bisa diartikan “saya setuju”, atau bisa saja dinterpretasikan “saya sudah mendengar Anda, tapi saya belum tentu setuju”. Dan kadang kala jawaban “ya” dalam bahasa Indonesia tidak selalu bermakna literal “ya”. Karena bisa jadi untuk menyelamatkan muka lawan bicara (face saving), kita seringkali menjawab “ya”, padahal jawaban yang sebenarnya adalah “tidak”. Fenomena seperti ini dalam Discourse Analysis dinamakan dengan white lie (kebohongan putih).
Salah satu aspek penting yang berpengaruh dalam komunikasi adalah pemakaian bahasa non-verbal. Menurut Du Praw (Toward a More Perfect Union in Age of Diversity: 1996) bentuk dari bahasa non-verbal ini bisa meliputi bentuk ekspresi muka (facial expressions), dan gerak tubuh (gestures), misalnya pandangan mata, senyum, pemakaian tangan kiri dan kanan, gelengan kepala, gerakan tangan, dan lain sebagainya. Termasuk juga dalam jenis bahasa non verbal adalah pengaturan tempat duduk dalam suatu acara, dan jarak antar pembicara pada saat proses komunikasi berjalan. Walaupun ada bentuk komunikasi non-verbal yang dipahami secara universal, tidak sedikit pula bentuk-bentuk komunikasi ini yang diartikan berbeda-beda antara satu budaya dengan budaya yang lain. misalnya, orang Indonesia memahami Senyumsenyum sebagai bahasa universal untuk mengekspresikan keramahahan, dan persahabatan. Tetapi bagi orang Eropa Timur, senyum hanya diberikan pada teman dekat, dan keluarga. Mereka tidak akan sembarangan memberikan senyuman pada orang yang baru mereka temui. Jadi kalau dilihat dari cara pandang orang Indonesia, orang Eropa Timur bisa dinilai kurang ramah, dan tidak bersahabat. Termasuk dalam penggunaan tangan kiri dan kanan dalam budaya kita, yang telah kita singgung diatas. Orang Eropa dan Amerika tidak begitu merasa ada perbedaan fungsi antara tangan kiri dan kanan. Toh, keduanya sama-sama tangan, itu menurut mereka. Tapi menurut budaya kita, menggunakan tangan kiri pada saat memberikan sesuatu pada orang lain bisa membawa konsekuensi yang fatal. Anda harus siap dicap tidak tahu aturan jika melakukannya. Menggelengkan kepala di kebanyakan budaya sering diartikan “tidak”, tapi bagi orang India itu berarti kebalikannya. Budaya di meja makan (table manners) merupakan salah satu bentuk komunikasi non verbal untung menunjukkan rasa hormat. Orang Sasak akan menunggu orang yang lebih dituakan, dihormati, atau memiliki status sosial yang lebih tinggi selesai menikmati hidangan dan mencuci tangannya dikobokan, barulah orang lain diperbolehkan untuk mencuci tangan dan meninggalkan tempat makan. Sehingga kalau ada orang yang tidak memahami budaya ini, maka dalam kaca mata orang Sasak, tentulah orang ini tidak sopan dan tidak mengerti tata krama.
sumber: http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:HVQqb4b3LWAJ:www.mohdshazni.com/2011/01/senyum-sebagai-sedekah-dan-manfaatnya/+senyum+merupakan&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id">
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:HVQqb4b3LWAJ:www.mohdshazni.com/2011/01/senyum-sebagai-sedekah-dan-manfaatnya/+senyum+merupakan&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id">
Tidak ada komentar:
Posting Komentar